Saturday, 19 March 2016

PERKEMBANGAN AGAMA KRISTEN DI ASIA DAN INDONESIA


Logo_Undana

PERKEMBANGAN AGAMA KRISTEN DI ASIA DAN INDONESIA
(MAKALAH IN DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH SEJARAH INDONESIA II)



OLEH




       YOSEPH BENYAMIN GAI
             (1401090028)







JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURURAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2015





KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul, “Perkembangan Agama Kristen di Asia dan Indonesia”.
Penulis menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini kami haturkan rasa hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, kami telah berupaya dengan segala pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati dan tangan terbuka menerima masukan, usul dan saran guna penyempurnaan makalah ini.
Harapan kami semoga makalah ini dapat berguna bagi seluruh pembaca.










Kupang, 21 Maret 2015




Penulis

















DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................        i
DAFTAR ISI..................................................................................................................        ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................... 2
1.3 Tujuan....................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Perkembangan Agama Kristen Di Asia..................................................................... 3
2.1.1 Penyebaran oleh Orang Persia........................................................................ 3
2.1.2 Masa antara Orang Fransiscan-Mongol.......................................................... 4
2.1.3 Penyebaran oleh Ordo Jesuit.......................................................................... 5
2.1.4 Penyebaran Yang Dilakukan Orang Protestan................................................ 5
2.1.5 Penjangkauan di antara Sesama Orang Asia................................................... 6
2.2 Perkembangan Agama Kristen di Indonesia............................................................. 7
2.2.1 Masuknya Agama Kristen Katolik.................................................................. 7
2.2.2 Masuknya Agama Kristen Protestan............................................................... 8
2.2.3 Perkembangan Agama Kristen di Kepulauan Nusantara................................ 8
2.2.4 Peran Fransiskus Xaverius Dalam Penyebaran Agama Kristen di
     Indonesia Bagian Timur...................................................................................... 8
2.2.5 Perkembangan Agama Kristen di Indonesia Bagian Timur............................ 11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan............................................................................................................... 12
3.2 Saran......................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA














BAB 1
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

   Yesus lahir di Asia, wafat di Asia, dan para pengikut-Nya yang mula-mula berasal dari Asia Barat menginjili ke timur dan juga ke barat. Di dalam Kisah Para Rasul 2, kita membaca bahwa di antara para peziarah yang berada di Yerusalem pada hari Pentakosta sebagiannya berasal dari wilayah-wilayah yang sekarang ini bernama Iran (Elam, Persia, Media), Irak (Mesopotamia), dan Turki (Kapadokia, Pontus, Asia, Firgia dan Pamfilia). Ketika Kekristenan menyebar ke timur, ia menyebar ke luar Kerajaan Romawi sampai ke Persia, musuh Roma. Permusuhan yang terus berlangsung antara kedua kerajaan tersebut memaksa orang-orang Kristen Persia mengembangkan bentuk ibadah, teologi dan praktik mereka sendiri yang unik Asia. Mereka mendirikan sidang gereja mereka sendiri.
Orang-orang Kristen Asia mula-mula, kebanyakan dari wilayah yang sekarang ini bernama Siria, Irak dan Iran, akan beribadah menghadap timur saat matahari muncul. Mereka akan berdiri dengan tangan terbuka, meniru salib, menghormati peristiwa kebangkitan. Orang-orang Kristen Persia ini bangga dengan fakta bahwa orang-orang Persialah yang pertama kali menyembah Yesus ketika Ia masih bayi di palungan, karena Allah menggunakan bintang untuk memberitahu para orang majus (ahli bintang Persia) bahwa Juruselamat sudah lahir di Asia barat. Khotbah orang Asia lebih puitis (seperti Mazmur) ketimbang didaktis (seperti orang Romawi) dan bahasa yang biasa dipakai adalah Siria, bukan Yunani atau Latin. Dalam empat abad pertama, Kekristenan menyebar di seluruh dan melampaui kerajaan Persia. Namun, hanya di Asia para pengikut Yesus menjumpai agama-agama “dunia” yang lebih besar, mapan dan lintas budaya. Perjumpaan dengan agama-agama lintas budaya ini – Zoroastrianisme, Budhisme, Hinduisme, Taoisme yang sering kali merupakan agama negara, merupakan tantangan yang lebih besar bagi penyebaran Kekristenan ketimbang agama-agama lokal, agama “etnis” yang ada di Eropa dan Afrika.
Kekristenan di Asia memiliki lima penyebaran. Untuk mudahnya, kita akan menyebutnya dengan memakai kelompok utama yang terlibat dalam penyebaran ini: Persia (milenium pertama), orang Mongol yang menjadi ordo Fransiscan (1206-1368), ordo Jesuit (1542-1773), Protestan (1706-1950) dan orang Asia Pribumi (1950-sekarang). Penyebaran pertama dan terakhir penyebaran yang paling efektif berakar dari komitmen orang Asia sendiri untuk terlibat dalam pekerjaan misi lintas budaya kepada sesama orang Asia lainnya. Namun, tanpa campur tangan buah karya orang-orang dari ordo Fransiscan, Jesuit dan Protestan, fondasi bagi sebagian besar pekerjaan misi orang Asia saat ini tidak mungkin terjadi. Kekristenan Asia berutang kepada biarawan misionaris Asia mula-mula yang berkelana, para misionaris Barat dan para misionaris Asia Timur di masa kini.
Agama Kristen baik Kristen Protestan maupun Kristen Katolik, memiliki penganut yang tidak kecil di seluruh dunia. Khususnya di Indonesia jumlah penganut agama Kristen tidak seberapa besarnya bila dibandingkan dengan penduduknya. Dalam statistik, jumlah penganut agama Kristen hanya lebih kurang 10% dari jumlah penduduk Indonesia.
Populasi umat Kristen di Indonesia, banyak dijumpai di Indonesia bagian timur (Irian, Maluku, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan daerah Nusa Tenggara Timur). Di Indonesia bagian barat, populasi penganut agama Kristen sangat kecil, bahkan pada daerah-daerah tertentu hampir tidak ada.
Jalannya agama Kristen itu muncul dan berkembang ke segala penjuru dunia, teristimewa ke arah Indonesia dan Asia. Dari tempat kelahirannya di tanah Palestina, agama tersebut disebarkan di segala arah oleh para penganutnya. Melalui Asia Selatan, Malaka, lalu masuk ke Indonesia lalu diteruskan ke Asia Timur.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.        Bagaimana proses penyebaran dan perkembangan agama Kristen di Asia?
2.        Bagaimana proses penyebaran dan perkembangan agama Kristen di Indonesia?


1.3 Tujuan
1.        Untuk mengetahui proses penyebaran dan perkembangan agama Kristen di Asia.
2.        Untuk mengetahui proses penyebaran dan perkembangan agama Kristen di Indonesia.





















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Proses Penyebaran dan Perkembangan Agama Kristen di Asia
Perkembangan agama Kristen di Asia dapat dilihat selama penyebaran agama Kristen yang dilakukan oleh orang Persia, Fransiscan Mongol, Ordo Jesuit, orang Protestan, dan orang Asia Pribumi.

2.1.1 Penyebaran oleh Orang Persia

Pada masa paling awal Kekristenan Asia menyebar di sepanjang rute perdagangan, baik darat (“Jalur Sutra Lama”) dan laut. Beberapa komunitas Kristen mula-mula didirikan di sepanjang garis pantai selatan India, pertama di sebelah tenggara dan kemudian di sebelah barat daya.
Menurut tradisi yang dapat diandalkan, Rasul Tomaslah yang bepergian ke India, mendirikan komunitas Kristen pertama sebelum mati martir oleh serangan orang Hindu yang marah. Kekristenan India bertahan dari penindasan awal ini, tetapi reaksi orang Hindu, bersama dengan sistem kasta Hindu sendiri, sangat membatasi kesempatan bagi kesaksian Kristen di India.
Bahasa yang umum dipakai dalam perdagangan lintas Asia ini adalah Siria, dialek Aram, yang merupakan bahasa ibu dari Yesus. Sebagian besar dari misionaris “pembuat tenda” (tentmaker) mula-mula ini adalah para pedagang yang berlatar belakang Yahudi, membawa berita tentang Mesias bersama dengan barang dagangan mereka ketika mereka bepergian dan menetap di Asia Tengah. Persia selama era ini merupakan musuh utama Kerajaan Roma (selama dinasti Partia pada tahun 247 SM – 226 M, dan berlanjut sepanjang dinasti Sasania pada tahun 226-651 M). Melakukan perjalanan melintasi perbatasan musuh sangat sulit dan karena itu Gereja Asia berkembang secara independen dari Gereja Roma (berbahasa Latin), dan hanya memiliki kontak yang terbatas dengan Gereja Ortodoks yang berbahasa Yunani. Oleh karena itu, orang Kristen Persia belajar dalam sekolah-sekolah biara mereka sendiri di kota-kota seperti Nisibis, Mosul atau Seleukia-Ctesifon (sekarang disebut Irak). Banyak petobat dari dualisme ajaran Zoroaster, dan teologi mereka lebih tertarik pada kemurnian ibadah, pertentangan kosmik antara kebaikan dan kejahatan, dan Allah sebagai Pencipta segala sesuatu. Orang-orang Kristen Persia merupakan misionaris yang bersemangat, berkelana di seluruh Asia Tengah hingga sejauh Tiongkok untuk memberitakan Injil, memulai biara dan menanam gereja.
Pada tahun 635, biarawan Persia, Alopen, memimpin kelompok misionaris ke kota Xian, ibukota Dinasti Tang. Masa itu adalah waktu yang baik untuk tiba di Xian. Dinasti Tang dapat dikatakan masih muda dan karena itu masih terbuka pada pemikiran dari Barat. Karena itu para biarawan Persia (sering disebut Nestorian) diundang untuk menerjemahkan Kitab Suci mereka di sebuah rumah dekat kediaman kaisar. Dokumen publik yang selamat dari masa itu dalam bentuk “Monumen Nestorian” dengan tinggi sepuluh kaki yang didirikan tahun 781. Menurut monumen itu, biara-biara dan gereja-gereja dimulai di seluruh kerajaan dan agama baru tersebut diterima dengan baik di Tiongkok. Namun, seperti yang umum terjadi di Asia, Kekristenan menguat atau dihancurkan ketika dinasti berganti. Dalam kasus ini, ketika Dinasti Tang menurun, agama asing (termasuk Budhisme dan Zoroastrianisme) sedang ditindas. Akhirnya Budhisme beradaptasi dan menemukan rumahnya di Tiongkok, namun Kekristenan ditindas dengan keras selama berabad-abad. Sebagian besar orang di Barat sepenuhnya lupa tentang kehadiran Kekristenan di Tiongkok. Kekristenan bertahan di wilayah itu, tetapi ibadahnya berlanjut dalam bahasa Siria, bahasa yang tidak lagi dimengerti.
Kembali ke kampung halaman di Persia, penaklukkan orang M Arab (kira-kira tahun 650) awalnya memberi kebebasan bagi orang Kristen untuk beribadah. Perlahan-lahan, batasan ditambahkan yang mencegah orang Kristen untuk memperbaiki, membangun atau merenovasi gereja. Mereka juga dilarang menginjili atau menikah di luar komunitas mereka. Dengan batasan dalam kehidupan, ibadah dan melakukan perjalanan, gerakan misi orang Persia ke Timur berakhir. Kekristenan bertahan, tetapi terhalang oleh isolasi dan batasan-batasan.

2.1.2 Masa antara Orang Fransiscan-Mongol

Penyebaran kedua berlangsung singkat dan meneruskan tema yang umum: aturan dinasti membelokkan perkembangan Kristen. Tiongkok ditaklukkan oleh orang Mongol yang tidak menolak beragam agama yang mereka jumpai. Di bawah pemimpin seperti Jenghis Khan dan cucunya Kubilai Khan, orang Mongol menaklukkan dan menyerap budaya-budaya dari Korea sampai Polandia. Paus Innocent IV (1245) mengutus John of Carpini, Ordo Friar Kecil, untuk menenangkan ketimbang menobatkan orang Mongol. Dia tiba pada tahun 1246 dengan sebuah surat dari Paus memohon Khan untuk bertobat, dibaptis dan tunduk pada otoritas Paus. Taktik misi aneh ini hanya membangkitkan kemarahan Guyuk Khan, yang pasukannya sudah ada di perbatasan Hungaria. Guyuk menjawab agar Paus dan para raja di Eropa harus memberi upeti pada bangsa Mongol. Ketika Marco Polo kembali (1271) dari perjalanan 17 tahunnya di Tiongkok di antara orang Mongol, Kubilai Khan telah memberikan surat khususnya untuk Paus meminta agar mengirim 100 guru untuk mengajar orang Mongol mengenai Kekristenan. Permintaan tersebut tidak pernah dipenuhi karena Paus-paus di Eropa lebih peduli kepada mempertahankan kedudukan mereka secara militer daripada menyebarkan Injil secara rohani. Sebagai jawaban yang lemah dan terlambat atas surat Kubilai Khan (yang sudah meninggal ketika itu), John of Monte Corvino tiba di Khanbaliq (Beijing) pada tahun 1294. John menerima izin dari Khan yang baru untuk tinggal, mengkhotbahkan agamanya dan menerjemahkan beritanya.
Pekerjaan misinya yang mulia berakhir pada waktu kematiannya, 34 tahun kemudian (1328). Dilaporkan ke Eropa bahwa gereja Roma Katolik dibantu oleh kerajaan. Dua gereja utama dan dua rumah ordo Franciscan didirikan, dan banyak orang Mongol dibaptis. Namun, orang Mongol adalah penguasa asing dan kerajaan mereka yang singkat mulai menurun pada pertengahan abad 14. Ketika kerajaan Mongol runtuh, beberapa komunitas Katolik yang kecil ikut runtuh bersamanya. Dukungan kerajaan muncul dan sirna.

2.1.3 Penyebaran oleh Ordo Jesuit

Penyebaran utama ketiga datang dalam abad 16 yang bergejolak. Komunitas-komunitas orang Kristen di India dan Persia tetap kecil tetapi penuh kehidupan dan bersemangat. Namun kebanyakan mereka terputus dari kontak dengan orang Kristen lain. Ketika orang Portugis dan Spanyol mulai bergerak keluar dari Iberia, mereka datang dengan semangat untuk menemukan daerah baru dan keuntungan, tetapi juga dengan amanat dari Paus untuk mengkristenkan wilayah yang mereka temukan. Sebagian besar pelaut Portugis memiliki sedikit ketertarikan terhadap pekerjaan misi, tetapi mereka membawa orang-orang Dominican, Augustinian, Fransiscan dan kemudian, Jesuit (Serikat Yesus) di kapal mereka. Para misionaris Jesuit awalnya mengarahkan perhatian mereka ke selatan India. Melalui pendekatan kreatif dan inovatif dari Francis Xavier, mereka juga memulai di Malaka, kepulauan Maluku, Jepang, Vietnam, Siam (Thailand) dan Tiongkok. Di semua wilayah ini dan berbagai kerajaan yang berbeda-beda, kaum Jesuit menghargai bahasa dan budaya lokal. Karena sikap penghargaan ini, karya kaum Jesuit tetap bertahan. Gereja-gereja Jesuit tetap bertahan sejak akhir abad 16, sering kali di tengah penindasan yang besar. Akan tetapi, adaptasi mereka terhadap konteks budaya lokal adalah kontroversial.
Di Tiongkok, misionaris Italia, Matteo Ricci, mendesak agar nama lokal bagi Allah digunakan. Dia juga mengizinkan orang Katolik Tiongkok untuk terus menghormati arwah nenek moyang melalui lembaran kertas-kertas bagi nenek moyang dengan menafsirkan ritual tersebut sebagai pelaksanaan perintah kelima ketimbang sebagai penyembahan berhala. Ordo-ordo lain dan kepausan tidak setuju. Di India, Roberto de Nobili menampilkan diri sebagai sannyasi, atau orang yang meninggalkan kenyamanan duniawi untuk mengikuti jalan spiritual. Dengan itu, dia hidup sebagai seorang suci India yang mengikuti Kristus. Pendekatannya menarik orang-orang di kasta tinggi dan rendah, tetapi metodenya bertentangan dengan Gereja. Alexandre de Rhodes, Jesuit Prancis yang bekerja di Vietnam, menyesuaikan Katekismus Hari Kedelapannya dengan pertanyaan tertentu yang berasal dari orang-orang Konfusius, Budha dan Tao (disebut “agama tiga kali lipat” atau tam gido). Pendekatan misi ini berusaha mengerti budaya lokal dan menyajikan pengajaran Katolik dalam cara yang tidak menyinggung budaya tersebut secara tidak perlu. Pendekatan tersebut juga berusaha memperlengkapi pria dan wanita lokal untuk memimpin gereja. Untuk bermacam alasan, komunitas-komunitas Kristen di negara-negara ini mengalami penganiayaan yang kejam. Di Jepang muncul Kaisar Meiji, sekitar tahun 1603. Di Tiongkok Kerajaan Qing muncul, sekitar tahun 1636. Di Vietnam terus terjadi konflik antara Utara dan Selatan sampai Gia Long menyatukan negara itu pada tahun 1802. Di India para misionaris mengalami penolakan dari orang-orang Hindu dan Kerajaan M Mughal. Di dalam semua pendekatan ini, komunitas-komunitas Kristen berjuang untuk bertahan hidup di bawah kepemimpinan lokal.

2.1.4 Penyebaran Yang Dilakukan Orang Protestan

Orang Kristen Protestan tidak benar-benar mulai sampai misi Denmark-Jerman mengutus misionaris pertamanya, Bartholomew Ziegenbalg dan Henry Plutschau, ke India pada 1706. Namun usaha ini tidak menjadi gerakan yang penting sampai pada dekade pertama abad 19. Sementara misi Katolik Roma didukung oleh raja-raja Spanyol dan Portugal, para misionaris Protestan sering bertentangan dengan perusahaan swasta yang menyediakan transportasi ke Asia: Perusahaan Dagang Hindia Timur milik Belanda dan Inggris. Pekerjaan orang Protestan di Asia berbeda dengan cara kerja orang Katolik Roma. Orang Protestan bekerja menerjemahkan seluruh Alkitab. Antara tahun 1727 hingga 1920, orang Protestan telah menerjemahkan Alkitab ke dalam 50 bahasa Asia dan Perjanjian Baru ke dalam 14 bahasa lainnya. Orang Protestan juga lebih menekankan pendidikan, terutama dalam bahasa-bahasa lokal. Para misionaris Protestan di seluruh Asia mendirikan fondasi bagi gerakan universitas modern di Asia pada pertengahan abad 19. Orang Protestan di Asia juga mulai merintis kemajuan dalam pekerjaan medis. Mereka memperkenalkan bentuk awal dari inokulasi, pembedahan dan leprosarium. Dalam bidang pendidikan, mereka memperkenalkan ilmu pengetahuan modern dan matematika di samping penyelidikan Alkitab. Orang Protestan sering kali memperkenalkan adat istiadat sosial barat, pakaian dan kebiasaan mereka sebagai bagian dari pesan Injil. Namun, sebagian besar penyebaran Kekristenan di Asia diselesaikan oleh orang Asia sendiri. Karena itu, bentuk lokal dan praktik Kekristenan cenderung muncul ketika para pemimpin lokal mengajar Alkitab dalam bahasa lokal mereka. Di Korea, contohnya, petobat Protestan pertama berkelana ke Manchuria untuk meminta penerjemah Alkitab John Ross, datang dan membaptis sekelompok orang Korea. Mereka bertobat karena membaca kitab-kitab Injil yang telah Ross terjemahkan di Tiongkok dengan bantuan seorang Korea.
Salah satu ketegangan utama dalam pekerjaan misionaris Protestan di Asia adalah apakah orang Asia perlu pengetahuan dan budaya Barat, atau hanya Alkitab dan pendidikan yang sangat dasar. Banyak misionaris mempertahankan pesan mereka terbungkus dalam berbagai asumsi tentang kerajaan di barat, kemajuan dan keunggulan budaya mereka sendiri. Mereka mengharuskan pendidikan tinggi bergaya barat, mengajar mata pelajaran dan pengetahuan seperti di barat. Misionaris lain lebih berfokus pada tiga prinsip yang dilandaskan pada kemandirian (mendanai sendiri, mengatur sendiri dan menyebarkan sendiri) dan tidak terlalu memperhatikan perkembangan sekolah bagi pendidikan tinggi dan institusi yang membutuhkan dukungan dari luar.
Di kebanyakan wilayah, dampak terbesar dari misi Protestan adalah di antara kelompok suku yang lebih miskin, seperti orang Dalit (atau orang-orang buangan) dan suku minoritas lainnya. Gereja-gereja Protestan didirikan, dan pertumbuhan terbesarnya terjadi setelah Perang Pasifik, ketika koloni-koloni mendapatkan kemerdekaan bangsa mereka sendiri. Ketika dominasi Barat berkurang, Kekristenan Asia meningkat. Pekerjaan misi sangat penting dan mendasar, tetapi pekerjaan dan pertumbuhan yang terbesar terjadi di bawah kepemimpinan orang Asia sendiri.

2.1.5 Penjangkauan di antara Sesama Orang Asia

Meskipun orang Asia selalu memiliki peran dalam penyebaran dan mengembangkan Kekristenan di Asia, sebagian besar sejarah kemajuan Kristen telah sangat dihalangi di bawah sistem melet Zoroastrianisme yang sangat menindas, sistem dhimmi dari M dan sistem kasta dari Hinduisme. Setelah masa kolonialisasi barat dan Jepang, Kekristenan berkembang di banyak wilayah Asia dengan kekuatan yang besar. Di mana masih ada agama nasional yang kuat (Irak, Iran, Arab Saudi, Thailand, Banglades, Israel), Kekristenan menjadi lambat bertumbuh, atau bahkan menurun. Namun, di kebanyakan negara Asia, Kekristenan mengalami pertumbuhan terutama melalui usaha orang Asia sendiri. Sebagian besar pertumbuhan gereja di India berasal dari pekerjaan 20.000 misionaris India yang bekerja lintas budaya dalam negara mereka sendiri. Kekristenan lebih kuat daripada sebelumnya di negara-negara seperti Nepal, Kamboja, Vietnam dan Laos karena para misionaris dari India, Korea, Malaysia, Taiwan, Tiongkok dan Singapura. Banyak orang Asia bekerja secara kreatif di Negara-negara asing dan menanam gereja sambil berdagang, bekerja kasar atau bekerja pabrik. Dua contoh terbesar adalah Korea dan Tiongkok. Di Korea Selatan, Kekristenan telah berkembang sampai sepertiga dari populasi sejak pemisahan dari wilayah Utara. Di Tiongkok, Kekristenan telah bertumbuh dari sekitar dua juta pada tahun 1950 menjadi lebih 60 juta pada hari ini, mungkin pertumbuhan terbesar dalam sejarah dalam rentang dua generasi. Hampir semua pertumbuhan disebabkan oleh berbagai upaya misi yang dilakukan orang Tiongkok sendiri.
Masa kini, sebagai kebalikan dari tujuh abad pertama, orang Kristen dari Tiongkok berkomitmen untuk membawa Injil kembali ke Barat, baik melalui darat atau laut. Gerakan “Kembali ke Yerusalem” adalah sebuah kebalikan dari gerakan Kekristenan awal di Asia yang membawa Injil ke Tiongkok. Jadi, gerakan pertama dan kelima dari Kekristenan di Asia telah berjalan dari pinggiran kepada pinggiran: dari Asia Barat ke Asia Timur dan sekarang dari Asia Timur ke Barat.
2.2 Perkembangan Agama Kristen di Indonesia

2.2.1 Masuknya Agama Kristen Katolik
Agama Kristen Katolik disebarkan pertama kali di Indonesia oleh imam-imam Katolik. Agama ini diperkenalkan kepada penduduk asli dengan cara damai dengan penuh cinta kasih. Seorang imam yang terkenal pada waktu itu adalah Fransiscus Xaverius, yang telah banyak memberikan waktu dan tenaganya bagi pekerjaan misi di Indonesia. Misi Katolik ini bekerja tidak hanya di Maluku, tetapi juga di Flores, Timor Timur, Kepulauan Kei, Pulau Jawa, yaitu di sekitar Muntilan, Malang, dan Jakarta, serta pulau-pulau lain di Indonesia. Selain mengajarkan agama, misi Katolik juga membangun sekolah-sekolah dan rumah sakit yang tersebar di seluruh Indonesia. Karya misi Katolik ini tidak hanya terbatas pada orang yang beragama Katolik saja, tetapi bagi semua orang, apapun agama atau kepercayaannya.
Pusat agama Katolik di seluruh dunia terletak di Vatican, suatu wilayah di negara Roma, Italia. Pimpinannya disebut Paus. Pimpinan gereja Katolik di Indonesia disebut Majelis Agung Wali Gereja Indonesia (MAWI). MAWI sering melakukan pendekatan antara kelompok-kelompok agama Kristen Katolik dengan kelompok agama lain yang ada di Indonesia.



2.2.2 Masuknya Agama Kristen Protestan
Bangsa Belanda memperkenalkan agama Kristen Protestan untuk pertama kali di Indonesia. Mula-mula penyebaran itu di arahkan kepada orang yang berada di sekitar tempat perdagangan rempah-rempah, umumnya di Maluku dan kemudian meluas ke segala pelosok di tanah air. Pendeta-pendeta Protestan yang datang yang datang dari Negeri Belanda pada umumnya bekerja untuk bangsa Belanda, tetapi kemudian mereka juga mengajarkannya kepada penduduk asli. Dalam penyiaran ini pemerintah penjajahan sangat membatasi pekerjaan pengabaran agama kepada penduduk asli, karena takut mengganggu perdagangan yang mereka laksanakan. Namun, penyebaran agama tidak dapat dan tidak boleh disamakan dengan kepentingan dagang. Oleh karena itu, meskipun terdapat hambatan dari pemerintah penjajah, agama Kristen Protestan berkembang terus. Selain dari bangsa Belanda pendeta dari Jerman, Amerika dan Swiss juga bekerja di Indonesia. Pada umumnya mereka bekerja di pelabuhan, seperti Kalimantan, tanah Batak dan Irian Jaya. Karena para pendeta tidak datang hanya dari satu wilayah, umat Kristen Protestan itu terdiri dari berbagai gereja. Nama gereja-gereja itu disesuaikan dengan nama wilayah tempat gereja-gereja itu semula didirikan. Misalnya Gereja Jawa, Gereja Protestan Maluku, Gereja Kalimantan, Huria Kristen Batak Protestan, dan Gereja Kristen Sulawesi Selatan. Setelah bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, kesadaran sebagai satu bangsa ini tampak juga didalam kehidupan gereja. Sejak itu diadakan pendekatan-pendekatan untuk mempersatukan gereja-gereja ini. Pada tahun 1950 didirikanlah Dewan Gereja-gereja Indonesia (DGI). DGI inilah yang menjadi wakil umat Kristen Protestan di Indonesia. Meskipun agama Kristen Katolik dan Kristen Protestan diperkenalkan oleh bangsa Eropa, agama itu bukan milik bangsa Eropa. Pemeluk agama-agama itu adalah juga bangsa Indonesia. Sebagai satu keluarga besar bangsa Indonesia, pemeluk agama Kristen Katolik dan Kristen Protestan sama dengan pemeluk agama lainnya.

2.2.3 Perkembangan Agama Kristen di Kepulauan Nusantara
Pada abad ke-9 Kedah berkembang menjadi pelabuhan dagang yang sangat ramai di jalur pelayaran yang menghubungkan India-Aceh-Barus- Nias-melalui Selat Sunda-Laut Jawa dan terus ke Cina. Jalur inilah yang disebut sebagai jalur penyebaran agama Kristen dari India ke Nusantara. Diberitakan bahwa agama Kristen kemudian mulai tumbuh di Barus (Fansur). Di daerah ini terdapat gereja yang dikenal dengan Gereja Bunda Perawan Murni Maria. Disebutkan juga bahwa di Lobu Tua dekat Kota Barus terdapat desa tua yang dinamakan “Desa Janji Mariah”.

2.2.4 Peran Fransiskus Xaverius Dalam Penyebaran Agama Kristen di    Indonesia Bagian Timur
   Fransiskus Xaverius mengabdikan sebagian besar dari masa hidupnya bagi karya misi di negeri-negeri terpencil. Karena Raja Yohanes III (Bahasa Portugis: Dom João III) dari Portugal menghendaki agar para misionaris Jesuit berkarya di Hindia-Portugis, maka ia pun diutus ke sana pada tahun 1540. Ia bertolak dari Lisboa pada tanggal 7 April 1541, bersama dua Jesuit lainnya dan Martin de Sousa raja muda yang baru , dengan menumpang kapal Santiago. Dari Bulan Agustus 1541 hingga bulan Maret 1542, ia singgah di Mozambik, dan kemudian mencapai Goa, India, ibukota koloni Portugis, pada tanggal 6 Mei. Jabatan resminya di Goa adalah Nuncio Apostolik. Tiga tahun berikutnya digunakannya untuk berkarya di Goa.
Pada tanggal 20 September 1542, ia mengadakan perjalanan misinya yang pertama di antara kaum Parava, para penyelam mutiara di sepanjang pesisir Timur India Selatan, sebelah Utara dari tanjung Comorin. Ia kemudian berusaha mengkristenkan Raja Travancore, di pesisir Barat, dan juga mengunjungi Sailan. Tidak puas akan hasil upayanya, di kembali ke Timur pada tahun 1545, dan menyusun rencana perjalanan misi ke Makassar, di Pulau Sulawesi.
Setelah tiba di Malaka pada bulan Oktober tahun itu dan selama tiga bulan menunggu kapal tumpangan ke Makassar yang tak kunjung tiba, akhirnya ia membatalkan tujuan semula dari pelayarannya. Ia bertolak dari Malaka pada tanggal 1 Januari 1546 dan berlabuh di Amboina, kemudian tingal di pulau itu hingga pertengahan bulan Juni. Setelah itu ia mengunjungi pulau-pulau lainnya di Maluku, termasuk Ternate dan Moro. Segera setelah hari raya Paskah tahun 1546, ia kembali ke pulau Ambon, dan kemudian menuju Malaka. Misi di Ambon ini menjadi salah satu awal sejarah Gereja Katolik di Indonesia. Selama rentang waktu tersebut, disebabkan kekecewaannya terhadap para petinggi Goa, Santo Fransiskus menulis sepucuk surat kepada Raja Dom João III meminta diberlakukannya Inkuisisi di Goa. Meskipun demikian, inkuisisi Goa baru mulai dijalankan delapan tahun setelah kematiannya.
Pada bulan Desember 1547, di Malaka, Fransiskus Xaverius berjumpa dengan seorang bangsawan Jepang dari Kagoshima bernama Anjiro. Anjiro telah mendengar kabar mengenai Fransiskus pada tahun 1545 dan berlayar dari Kagoshima ke Malaka dengan maksud bertemu dengannya. Anjiro melarikan diri dari Jepang setelah dituduh melakukan pembunuhan. Ia lalu mencurahkan isi hatinya kepada Fransiskus Xaverius, menceritakan riwayat hidupnya serta adat dan budaya tanah airnya. Anjiro adalah seorang Samurai sehingga dapat membantu Xaverius dengan keahliannya sebagai mediator dan penerjemah dalam karya misi di Jepang yang kini tampaknya semakin dapat terwujud. “Saya bertanya [kepada Anjiro] apakah orang-orang Jepang bersedia menjadi Kristen jika saya pergi bersamanya ke negeri itu, dan dia menjawab bahwa mereka tidak akan serta-merta menjadi Kristen, namun terlebih dahulu akan mengajukan banyak pertanyaan lalu melihat apa saja yang saya ketahui. Di atas segala-galanya, mereka akan mencermati apakah hidup saya sesuai dengan ajaran saya. Semua pedagang Portugis yang kembali dari Jepang meyakinkan saya bahwa dengan pergi ke sana saya dapat mempersembahkan lebih banyak pelayanan bagi Allah Tuhan kita, lebih dari pada di antara orang-orang India, karena orang Jepang adalah suatu ras yang amat mementingkan akal budi.” Karena diyakinkan sedemikian rupa, Xaverius membaptis Anjiro—dengan nama baptis Paulo de Santa Fe—dan mulai menyusun rencana suatu misi bagi negeri yang belum lama ditemukan itu. Anjiro membantu Fransiskus Xaverius menerjemahkan beberapa paragraf ajaran Kristiani ke dalam fonem Bahasa Jepang yang kemudian dihafal oleh Xaverius.
Ia kembali ke India pada bulan Januari 1548. Selama 15 bulan berikutnya ia disibukkan dengan berbagai perjalanan dan urusan-urusan administrasi di India. Karena tidak senang dengan apa yang dianggapnya sebagai “sikap hidup yang tidak-Kristiani” dari orang-orang Portugis, yang menghambat usaha penyebaran agama Kristen, ia berangkat dari Selatan ke Timur Benua Asia. Ia meninggalkan Goa pada tanggal 15 April 1549, singgah di Malaka dan mengunjungi Kanton dengan ditemani Anjiro, dua pria Jepang lain, Pastur Cosme de Torrès dan Bruder Juan Fernandez. Ia juga membawa serta hadiah-hadiah bagi "Raja Jepang" karena ia beniat memperkenalkan diri sebagai Nuncio Apostolik.
Xaverius mencapai Jepang pada tanggal 27 Juli 1549, namun baru pada tanggal 15 Agustus ia menginjakkan kakinya di Kagoshima, pelabuhan utama provinsi Satsuma di Pulau Kyūshū. Ia disambut dengan ramah-tamah dan dijamu oleh keluarga Anjiro hingga bulan Oktober 1550. Dari Oktober hingga Desember 1550, ia berdiam di Yamaguchi. Tak lama sebelum Natal, ia menuju Kyoto namun gagal bertemu Kaisar. Ia kembali ke Yamaguchi pada bulan Maret 1551 dan diizinkan berkhotbah oleh daimyo provinsi itu. Akan tetapi karena kurang lancar berbahasa Jepang, ia hanya membacakan dengan lantang terjemahan Katekismus. Xaverius diterima dengan baik oleh para rahib Shingon karena ia menggunakan kata “Dainichi” untuk Allah Kristen. Begitu Xaverius mendalami makna religius dari kata itu, ia menggantinya dengan kata “Deusu” dari kata Latin dan Portugis “Deus”. Para rahib pun sadar, Xaverius tengah menyebarkan suatu agama tandingan.
Seiring berjalannya waktu, kehadirannya di Jepang dapat dianggap membuahkan hasil yakni dibentuknya jemaat-jemaat Kristiani di Hirado, Yamaguchi dan Bungo. Xaverius berkarya lebih dari dua tahun di Jepang dan menyaksikan lahirnya Jesuit-Jesuit penerusnya. Ia kemudian memutuskan untuk kembali ke India. Dalam pelayarannya itu, suatu badai dahsyat memaksanya untuk singgah di sebuah pulau dekat Guangzhou, Tiongkok tempat ia berjumpa dengan Diégo Pereira, seorang pedagang kaya-raya, sahabat lamanya dari Cochin, yang memperlihatkan padanya sepucuk surat dari orang-orang Portugis yang dipenjarakan di Guangzhou yang minta agar seorang duta besar Portugal diutus kepada Kaisar Tiongkok guna membahas nasib mereka. Selanjutnya dalam pelayarannya itu, ia singgah di Malaka pada tanggal 27 Desember 1551, lalu sampai di Goa pada bulan Januari 1552.
Pada tanggal 17 April ia berlayar bersama Diégo Pereira, meninggalkan Goa dengan menumpang kapal Santa Cruz menuju Tiongkok. Ia memperkenalkan diri sebagai Nuncio Apostolik dan Pereira sebagai duta besar dari Raja Portugal. Tak lama setelah berlayar, ia baru menyadari bahwa surat penunjukannya sebagai Apostolic Nuncio telah tertinggal. Sampai di Malaka, ia digugat oleh Capitan Alvaro de Ataide de Gama yang kini memegang kendali penuh atas bandar itu. Sang capitan menolak untuk mengakui gelar Nuncio-nya, meminta Pereira mengundurkan diri dari jabatannya sebagai duta besar, mengganti para awak kapal, serta menuntut agar hadiah-hadiah bagi Kaisar Tiongkok ditinggalkan di Malaka.
Di awal September 1552, Santa Cruz mencapai pulau Shangchuan di Tiongkok, 14 km jauhnya dari pesisir Selatan daratan Tiongkok, dekat Taishan, Guangdong, 200 km ke arah Barat Daya dari tempat yang kelak bernama Hong Kong. Saat itu, ia hanya ditemani seorang murid Jesuit, Alvaro Ferreira, seorang pria Tionghoa bernama Antonio dan seorang pelayan Malabar bernama Khristoforus. Sekitar pertengahan November, ia mengirim sepucuk surat yang dalam isinya ia berkata bahwa seorang pria sudah setuju untuk membawanya ke daratan Tiongkok jika dibayar dengan sejumlah besar uang. Dengan mengirim pulang Alvaro Ferreira, ia tinggal seorang diri bersama Antonio.



2.2.5 Perkembangan Agama Kristen di Indonesia Bagian Timur
Agama Katolik untuk pertama kalinya masuk ke Indonesia pada bagian pertama abad ke-7 di Sumatera Utara. Kota Barus yang dahulu disebut Pancur dan saat ini terletak di dalam Keuskupan Sibolga di Sumatera Utara adalah tempat kediaman umat Katolik tertua di Indonesia
Kristen Katolik tiba di Indonesia saat kedatangan bangsa Portugis, yang kemudian diikuti bangsa Spanyol yang berdagang rempah-rempah, Katolik Roma pertama tiba pada tahun 1534, di kepulauan Maluku melalui orang Portugis yang dikirim untuk eksplorasi. Fransiskus Xaverius, misionaris Katolik Roma dan pendiri Ordo Jesuit bekerja di kepulauan Maluku pada tahun 1546 sampai tahun 1547. Namun ketika Belanda mengalahkan Portugis tahun 1605, Belanda mengusir misionari-misionari Katolik dan memperkenalkan Kristen Protestan (dari aliran Calvinist Dutch Reformed Church), sehingga terpengaruh pada ajaran Calvinisme dan Lutheran. Perkembangan Kekristenan di Indonesia pada jaman itu cukup lambat. Hal ini dikarenakan ajaran Calvinist merupakan aliran agama Kristen yang memerlukan pendalaman Alkitab yang mendalam, sementara edisi Alkitab saat itu belum ada yang berbahasa Indonesia (bahasa Belanda). Lagipula, VOC sebagai kendaraan Belanda untuk masuk dan menguasai Indonesia saat itu adalah sebuah perusahaan sekuler dan bukan perusahaan yang cukup religius, sehingga tidak mendukung penyebaran agama yang dilakukan oleh misionaris Belanda sendiri. Setelah pengaruh VOC mulai tenggelam pada tahun 1799, pemerintah Belanda mulai memperbolehkan penyebaran agama dengan lebih leluasa. Orang Kristen aliran Lutheran dari Jerman yang lebih toleran dan tidak memaksa pemeluknya untuk mempelajari agama Kristen dengan sedemikian dalam, mulai memanfaatkan perijinan tersebut untuk mulai menyebarkan agama di antara orang Batak di Sumatera pada tahun 1861, dan misionari Kristen Belanda dari aliran Rhenish juga menyebarkan agama di Kalimantan Tengah dan Sulawesi Tengah.
















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kekristenan di Asia memiliki lima penyebaran. Untuk mudahnya, kita akan menyebutnya dengan memakai kelompok utama yang terlibat dalam penyebaran ini: Persia (milenium pertama), orang Mongol yang menjadi ordo Fransiscan (1206-1368), ordo Jesuit (1542-1773), Protestan (1706-1950) dan orang Asia Pribumi (1950-sekarang). Agama Kristen Katolik disebarkan pertama kali di Indonesia oleh imam-imam Katolik. Agama ini diperkenalkan kepada penduduk asli dengan cara damai dengan penuh cinta kasih. Seorang imam yang terkenal pada waktu itu adalah Fransiscus Xaverius, yang telah banyak memberikan waktu dan tenaganya bagi pekerjaan misi di Indonesia. Kristen Katolik tiba di Indonesia saat kedatangan bangsa Portugis, yang kemudian diikuti bangsa Spanyol yang berdagang rempah-rempah, Katolik Roma pertama tiba pada tahun 1534, di kepulauan Maluku melalui orang Portugis yang dikirim untuk eksplorasi. Fransiskus Xaverius, misionaris Katolik Roma dan pendiri Ordo Jesuit bekerja di kepulauan Maluku pada tahun 1546 sampai tahun 1547. Namun ketika Belanda mengalahkan Portugis tahun 1605, Belanda mengusir misionari-misionari Katolik dan memperkenalkan Kristen Protestan (dari aliran Calvinist Dutch Reformed Church), sehingga terpengaruh pada ajaran Calvinisme dan Lutheran.

3.2 Saran
Saran kami kepada seluruh pembaca agar rajinlah membaca artikel dan mencari referensi tentang perkembangan agama Kristen di berbagai macam sumber pengetahuan, baik di buku, internet maupun di surat kabar/majalah agar dapat menambah pengetahuan anda tentang materi tersebut. Harapan kami semoga makalah ini dapat berguna untuk setiap pembaca, guna menambah wawasan tentang perkembangan agama Kristen di Asia dan Indonesia.

















DAFTAR PUSTAKA

Djakariah. (2014). Sejarah Indonesia II. Yogyakarta: Penerbit Ombak
Winter, Ralp D. & Steven, C.Hawthorne. (2010). Perspektif: Tentang Gerakan   

   Orang Kristen Dunia-Manual Pembaca, Edisi Keempat._______:_______