PERKEMBANGAN AGAMA KRISTEN DI ASIA DAN INDONESIA
(MAKALAH IN DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH SEJARAH
INDONESIA II)
OLEH
YOSEPH BENYAMIN GAI
(1401090028)
(1401090028)
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURURAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul, “Perkembangan Agama Kristen di Asia dan Indonesia”.
Penulis menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini tidak
lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini kami haturkan
rasa hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
membantu dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian,
kami telah berupaya dengan segala pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki
sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah
hati dan tangan terbuka menerima masukan, usul dan saran guna penyempurnaan
makalah ini.
Harapan kami semoga makalah ini dapat berguna bagi seluruh
pembaca.
Kupang, 21 Maret
2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................... 2
1.3 Tujuan....................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Perkembangan Agama Kristen Di
Asia..................................................................... 3
2.1.1 Penyebaran oleh Orang Persia........................................................................ 3
2.1.2 Masa antara Orang
Fransiscan-Mongol.......................................................... 4
2.1.3 Penyebaran oleh Ordo Jesuit.......................................................................... 5
2.1.4 Penyebaran Yang Dilakukan
Orang Protestan................................................ 5
2.1.5 Penjangkauan di antara
Sesama Orang Asia................................................... 6
2.2 Perkembangan Agama Kristen di
Indonesia............................................................. 7
2.2.1 Masuknya Agama Kristen
Katolik.................................................................. 7
2.2.2 Masuknya Agama Kristen
Protestan............................................................... 8
2.2.3 Perkembangan Agama Kristen
di Kepulauan Nusantara................................ 8
2.2.4 Peran Fransiskus Xaverius Dalam Penyebaran Agama Kristen di
Indonesia Bagian Timur...................................................................................... 8
2.2.5 Perkembangan Agama Kristen di Indonesia Bagian Timur............................ 11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan............................................................................................................... 12
3.2 Saran......................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Yesus lahir di Asia, wafat di Asia, dan para
pengikut-Nya yang mula-mula berasal dari Asia Barat menginjili ke timur dan
juga ke barat. Di dalam Kisah Para Rasul 2, kita membaca bahwa di antara para
peziarah yang berada di Yerusalem pada hari Pentakosta sebagiannya berasal dari
wilayah-wilayah yang sekarang ini bernama Iran (Elam, Persia, Media), Irak
(Mesopotamia), dan Turki (Kapadokia, Pontus, Asia, Firgia dan Pamfilia). Ketika
Kekristenan menyebar ke timur, ia menyebar ke luar Kerajaan Romawi sampai ke
Persia, musuh Roma. Permusuhan yang terus berlangsung antara kedua kerajaan
tersebut memaksa orang-orang Kristen Persia mengembangkan bentuk ibadah,
teologi dan praktik mereka sendiri yang unik Asia. Mereka mendirikan sidang
gereja mereka sendiri.
Orang-orang Kristen
Asia mula-mula, kebanyakan dari wilayah yang sekarang ini bernama Siria, Irak
dan Iran, akan beribadah menghadap timur saat matahari muncul. Mereka akan
berdiri dengan tangan terbuka, meniru salib, menghormati peristiwa kebangkitan.
Orang-orang Kristen Persia ini bangga dengan fakta bahwa orang-orang Persialah
yang pertama kali menyembah Yesus ketika Ia masih bayi di palungan, karena
Allah menggunakan bintang untuk memberitahu para orang majus (ahli bintang
Persia) bahwa Juruselamat sudah lahir di Asia barat. Khotbah orang Asia lebih
puitis (seperti Mazmur) ketimbang didaktis (seperti orang Romawi) dan bahasa
yang biasa dipakai adalah Siria, bukan Yunani atau Latin. Dalam empat abad
pertama, Kekristenan menyebar di seluruh dan melampaui kerajaan Persia. Namun,
hanya di Asia para pengikut Yesus menjumpai agama-agama “dunia” yang lebih
besar, mapan dan lintas budaya. Perjumpaan dengan agama-agama lintas budaya ini
– Zoroastrianisme, Budhisme, Hinduisme, Taoisme yang sering kali merupakan
agama negara, merupakan tantangan yang lebih besar bagi penyebaran Kekristenan
ketimbang agama-agama lokal, agama “etnis” yang ada di Eropa dan Afrika.
Kekristenan di Asia
memiliki lima penyebaran. Untuk mudahnya, kita akan menyebutnya dengan memakai
kelompok utama yang terlibat dalam penyebaran ini: Persia (milenium pertama),
orang Mongol yang menjadi ordo Fransiscan (1206-1368), ordo Jesuit (1542-1773),
Protestan (1706-1950) dan orang Asia Pribumi (1950-sekarang). Penyebaran
pertama dan terakhir penyebaran yang paling efektif berakar dari komitmen orang
Asia sendiri untuk terlibat dalam pekerjaan misi lintas budaya kepada sesama
orang Asia lainnya. Namun, tanpa campur tangan buah karya orang-orang dari ordo
Fransiscan, Jesuit dan Protestan, fondasi bagi sebagian besar pekerjaan misi
orang Asia saat ini tidak mungkin terjadi. Kekristenan Asia berutang kepada
biarawan misionaris Asia mula-mula yang berkelana, para misionaris Barat dan
para misionaris Asia Timur di masa kini.
Agama Kristen baik
Kristen Protestan maupun Kristen Katolik, memiliki penganut yang tidak kecil di
seluruh dunia. Khususnya di Indonesia jumlah penganut agama Kristen tidak
seberapa besarnya bila dibandingkan dengan penduduknya. Dalam statistik, jumlah
penganut agama Kristen hanya lebih kurang 10% dari jumlah penduduk Indonesia.
Populasi umat Kristen
di Indonesia, banyak dijumpai di Indonesia bagian timur (Irian, Maluku,
Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan daerah Nusa Tenggara Timur). Di Indonesia
bagian barat, populasi penganut agama Kristen sangat kecil, bahkan pada
daerah-daerah tertentu hampir tidak ada.
Jalannya agama Kristen
itu muncul dan berkembang ke segala penjuru dunia, teristimewa ke arah Indonesia
dan Asia. Dari tempat kelahirannya di tanah Palestina, agama tersebut
disebarkan di segala arah oleh para penganutnya. Melalui Asia Selatan, Malaka,
lalu masuk ke Indonesia lalu diteruskan ke Asia Timur.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana proses penyebaran dan perkembangan agama Kristen di
Asia?
2.
Bagaimana proses penyebaran dan perkembangan agama Kristen di
Indonesia?
1.3 Tujuan
1.
Untuk mengetahui proses penyebaran dan perkembangan agama
Kristen di Asia.
2.
Untuk mengetahui proses penyebaran dan perkembangan agama
Kristen di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Proses
Penyebaran dan Perkembangan Agama Kristen di Asia
Perkembangan agama Kristen di Asia dapat dilihat selama
penyebaran agama Kristen yang dilakukan oleh orang Persia, Fransiscan Mongol,
Ordo Jesuit, orang Protestan, dan orang Asia Pribumi.
2.1.1 Penyebaran oleh Orang Persia
Pada masa paling awal
Kekristenan Asia menyebar di sepanjang rute perdagangan, baik darat (“Jalur
Sutra Lama”) dan laut. Beberapa komunitas Kristen mula-mula didirikan di
sepanjang garis pantai selatan India, pertama di sebelah tenggara dan kemudian
di sebelah barat daya.
Menurut tradisi yang
dapat diandalkan, Rasul Tomaslah yang bepergian ke India, mendirikan komunitas
Kristen pertama sebelum mati martir oleh serangan orang Hindu yang marah.
Kekristenan India bertahan dari penindasan awal ini, tetapi reaksi orang Hindu,
bersama dengan sistem kasta Hindu sendiri, sangat membatasi kesempatan bagi
kesaksian Kristen di India.
Bahasa yang umum
dipakai dalam perdagangan lintas Asia ini adalah Siria, dialek Aram, yang
merupakan bahasa ibu dari Yesus. Sebagian besar dari misionaris “pembuat tenda”
(tentmaker) mula-mula ini adalah para pedagang yang berlatar belakang Yahudi,
membawa berita tentang Mesias bersama dengan barang dagangan mereka ketika
mereka bepergian dan menetap di Asia Tengah. Persia selama era ini merupakan
musuh utama Kerajaan Roma (selama dinasti Partia pada tahun 247 SM – 226 M, dan
berlanjut sepanjang dinasti Sasania pada tahun 226-651 M). Melakukan perjalanan
melintasi perbatasan musuh sangat sulit dan karena itu Gereja Asia berkembang
secara independen dari Gereja Roma (berbahasa Latin), dan hanya memiliki kontak
yang terbatas dengan Gereja Ortodoks yang berbahasa Yunani. Oleh karena itu,
orang Kristen Persia belajar dalam sekolah-sekolah biara mereka sendiri di
kota-kota seperti Nisibis, Mosul atau Seleukia-Ctesifon (sekarang disebut
Irak). Banyak petobat dari dualisme ajaran Zoroaster, dan teologi mereka lebih
tertarik pada kemurnian ibadah, pertentangan kosmik antara kebaikan dan
kejahatan, dan Allah sebagai Pencipta segala sesuatu. Orang-orang Kristen
Persia merupakan misionaris yang bersemangat, berkelana di seluruh Asia Tengah
hingga sejauh Tiongkok untuk memberitakan Injil, memulai biara dan menanam
gereja.
Pada tahun 635,
biarawan Persia, Alopen, memimpin kelompok misionaris ke kota Xian, ibukota
Dinasti Tang. Masa itu adalah waktu yang baik untuk tiba di Xian. Dinasti Tang
dapat dikatakan masih muda dan karena itu masih terbuka pada pemikiran dari
Barat. Karena itu para biarawan Persia (sering disebut Nestorian) diundang
untuk menerjemahkan Kitab Suci mereka di sebuah rumah dekat kediaman kaisar.
Dokumen publik yang selamat dari masa itu dalam bentuk “Monumen Nestorian”
dengan tinggi sepuluh kaki yang didirikan tahun 781. Menurut monumen itu,
biara-biara dan gereja-gereja dimulai di seluruh kerajaan dan agama baru
tersebut diterima dengan baik di Tiongkok. Namun, seperti yang umum terjadi di
Asia, Kekristenan menguat atau dihancurkan ketika dinasti berganti. Dalam kasus
ini, ketika Dinasti Tang menurun, agama asing (termasuk Budhisme dan
Zoroastrianisme) sedang ditindas. Akhirnya Budhisme beradaptasi dan menemukan
rumahnya di Tiongkok, namun Kekristenan ditindas dengan keras selama
berabad-abad. Sebagian besar orang di Barat sepenuhnya lupa tentang kehadiran
Kekristenan di Tiongkok. Kekristenan bertahan di wilayah itu, tetapi ibadahnya
berlanjut dalam bahasa Siria, bahasa yang tidak lagi dimengerti.
Kembali ke kampung
halaman di Persia, penaklukkan orang M Arab (kira-kira tahun 650) awalnya
memberi kebebasan bagi orang Kristen untuk beribadah. Perlahan-lahan, batasan
ditambahkan yang mencegah orang Kristen untuk memperbaiki, membangun atau
merenovasi gereja. Mereka juga dilarang menginjili atau menikah di luar
komunitas mereka. Dengan batasan dalam kehidupan, ibadah dan melakukan
perjalanan, gerakan misi orang Persia ke Timur berakhir. Kekristenan bertahan,
tetapi terhalang oleh isolasi dan batasan-batasan.
2.1.2 Masa antara Orang Fransiscan-Mongol
Penyebaran kedua
berlangsung singkat dan meneruskan tema yang umum: aturan dinasti membelokkan
perkembangan Kristen. Tiongkok ditaklukkan oleh orang Mongol yang tidak menolak
beragam agama yang mereka jumpai. Di bawah pemimpin seperti Jenghis Khan dan
cucunya Kubilai Khan, orang Mongol menaklukkan dan menyerap budaya-budaya dari
Korea sampai Polandia. Paus Innocent IV (1245) mengutus John of Carpini, Ordo
Friar Kecil, untuk menenangkan ketimbang menobatkan orang Mongol. Dia tiba pada
tahun 1246 dengan sebuah surat dari Paus memohon Khan untuk bertobat, dibaptis
dan tunduk pada otoritas Paus. Taktik misi aneh ini hanya membangkitkan
kemarahan Guyuk Khan, yang pasukannya sudah ada di perbatasan Hungaria. Guyuk
menjawab agar Paus dan para raja di Eropa harus memberi upeti pada bangsa
Mongol. Ketika Marco Polo kembali (1271) dari perjalanan 17 tahunnya di
Tiongkok di antara orang Mongol, Kubilai Khan telah memberikan surat khususnya
untuk Paus meminta agar mengirim 100 guru untuk mengajar orang Mongol mengenai
Kekristenan. Permintaan tersebut tidak pernah dipenuhi karena Paus-paus di
Eropa lebih peduli kepada mempertahankan kedudukan mereka secara militer
daripada menyebarkan Injil secara rohani. Sebagai jawaban yang lemah dan
terlambat atas surat Kubilai Khan (yang sudah meninggal ketika itu), John of
Monte Corvino tiba di Khanbaliq (Beijing) pada tahun 1294. John menerima izin
dari Khan yang baru untuk tinggal, mengkhotbahkan agamanya dan menerjemahkan
beritanya.
Pekerjaan misinya yang
mulia berakhir pada waktu kematiannya, 34 tahun kemudian (1328). Dilaporkan ke
Eropa bahwa gereja Roma Katolik dibantu oleh kerajaan. Dua gereja utama dan dua
rumah ordo Franciscan didirikan, dan banyak orang Mongol dibaptis. Namun, orang
Mongol adalah penguasa asing dan kerajaan mereka yang singkat mulai menurun
pada pertengahan abad 14. Ketika kerajaan Mongol runtuh, beberapa komunitas
Katolik yang kecil ikut runtuh bersamanya. Dukungan kerajaan muncul dan sirna.
2.1.3 Penyebaran oleh Ordo Jesuit
Penyebaran utama
ketiga datang dalam abad 16 yang bergejolak. Komunitas-komunitas orang Kristen
di India dan Persia tetap kecil tetapi penuh kehidupan dan bersemangat. Namun
kebanyakan mereka terputus dari kontak dengan orang Kristen lain. Ketika orang
Portugis dan Spanyol mulai bergerak keluar dari Iberia, mereka datang dengan
semangat untuk menemukan daerah baru dan keuntungan, tetapi juga dengan amanat
dari Paus untuk mengkristenkan wilayah yang mereka temukan. Sebagian besar
pelaut Portugis memiliki sedikit ketertarikan terhadap pekerjaan misi, tetapi
mereka membawa orang-orang Dominican, Augustinian, Fransiscan dan kemudian,
Jesuit (Serikat Yesus) di kapal mereka. Para misionaris Jesuit awalnya mengarahkan
perhatian mereka ke selatan India. Melalui pendekatan kreatif dan inovatif dari
Francis Xavier, mereka juga memulai di Malaka, kepulauan Maluku, Jepang,
Vietnam, Siam (Thailand) dan Tiongkok. Di semua wilayah ini dan berbagai
kerajaan yang berbeda-beda, kaum Jesuit menghargai bahasa dan budaya lokal.
Karena sikap penghargaan ini, karya kaum Jesuit tetap bertahan. Gereja-gereja
Jesuit tetap bertahan sejak akhir abad 16, sering kali di tengah penindasan
yang besar. Akan tetapi, adaptasi mereka terhadap konteks budaya lokal adalah
kontroversial.
Di Tiongkok,
misionaris Italia, Matteo Ricci, mendesak agar nama lokal bagi Allah digunakan.
Dia juga mengizinkan orang Katolik Tiongkok untuk terus menghormati arwah nenek
moyang melalui lembaran kertas-kertas bagi nenek moyang dengan menafsirkan
ritual tersebut sebagai pelaksanaan perintah kelima ketimbang sebagai
penyembahan berhala. Ordo-ordo lain dan kepausan tidak setuju. Di India,
Roberto de Nobili menampilkan diri sebagai sannyasi, atau orang yang meninggalkan
kenyamanan duniawi untuk mengikuti jalan spiritual. Dengan itu, dia hidup
sebagai seorang suci India yang mengikuti Kristus. Pendekatannya menarik
orang-orang di kasta tinggi dan rendah, tetapi metodenya bertentangan dengan
Gereja. Alexandre de Rhodes, Jesuit Prancis yang bekerja di Vietnam,
menyesuaikan Katekismus Hari Kedelapannya dengan pertanyaan tertentu yang
berasal dari orang-orang Konfusius, Budha dan Tao (disebut “agama tiga kali
lipat” atau tam gido). Pendekatan misi ini berusaha mengerti budaya lokal dan
menyajikan pengajaran Katolik dalam cara yang tidak menyinggung budaya tersebut
secara tidak perlu. Pendekatan tersebut juga berusaha memperlengkapi pria dan
wanita lokal untuk memimpin gereja. Untuk bermacam alasan, komunitas-komunitas
Kristen di negara-negara ini mengalami penganiayaan yang kejam. Di Jepang
muncul Kaisar Meiji, sekitar tahun 1603. Di Tiongkok Kerajaan Qing muncul,
sekitar tahun 1636. Di Vietnam terus terjadi konflik antara Utara dan Selatan
sampai Gia Long menyatukan negara itu pada tahun 1802. Di India para misionaris
mengalami penolakan dari orang-orang Hindu dan Kerajaan M Mughal. Di dalam
semua pendekatan ini, komunitas-komunitas Kristen berjuang untuk bertahan hidup
di bawah kepemimpinan lokal.
2.1.4 Penyebaran Yang Dilakukan Orang Protestan
Orang Kristen
Protestan tidak benar-benar mulai sampai misi Denmark-Jerman mengutus
misionaris pertamanya, Bartholomew Ziegenbalg dan Henry Plutschau, ke India
pada 1706. Namun usaha ini tidak menjadi gerakan yang penting sampai pada dekade
pertama abad 19. Sementara misi Katolik Roma didukung oleh raja-raja Spanyol
dan Portugal, para misionaris Protestan sering bertentangan dengan perusahaan
swasta yang menyediakan transportasi ke Asia: Perusahaan Dagang Hindia Timur
milik Belanda dan Inggris. Pekerjaan orang Protestan di Asia berbeda dengan
cara kerja orang Katolik Roma. Orang Protestan bekerja menerjemahkan seluruh
Alkitab. Antara tahun 1727 hingga 1920, orang Protestan telah menerjemahkan
Alkitab ke dalam 50 bahasa Asia dan Perjanjian Baru ke dalam 14 bahasa lainnya.
Orang Protestan juga lebih menekankan pendidikan, terutama dalam bahasa-bahasa
lokal. Para misionaris Protestan di seluruh Asia mendirikan fondasi bagi
gerakan universitas modern di Asia pada pertengahan abad 19. Orang Protestan di
Asia juga mulai merintis kemajuan dalam pekerjaan medis. Mereka memperkenalkan
bentuk awal dari inokulasi, pembedahan dan leprosarium. Dalam bidang
pendidikan, mereka memperkenalkan ilmu pengetahuan modern dan matematika di
samping penyelidikan Alkitab. Orang Protestan sering kali memperkenalkan adat
istiadat sosial barat, pakaian dan kebiasaan mereka sebagai bagian dari pesan
Injil. Namun, sebagian besar penyebaran Kekristenan di Asia diselesaikan oleh
orang Asia sendiri. Karena itu, bentuk lokal dan praktik Kekristenan cenderung
muncul ketika para pemimpin lokal mengajar Alkitab dalam bahasa lokal mereka.
Di Korea, contohnya, petobat Protestan pertama berkelana ke Manchuria untuk
meminta penerjemah Alkitab John Ross, datang dan membaptis sekelompok orang
Korea. Mereka bertobat karena membaca kitab-kitab Injil yang telah Ross
terjemahkan di Tiongkok dengan bantuan seorang Korea.
Salah satu ketegangan
utama dalam pekerjaan misionaris Protestan di Asia adalah apakah orang Asia
perlu pengetahuan dan budaya Barat, atau hanya Alkitab dan pendidikan yang
sangat dasar. Banyak misionaris mempertahankan pesan mereka terbungkus dalam
berbagai asumsi tentang kerajaan di barat, kemajuan dan keunggulan budaya
mereka sendiri. Mereka mengharuskan pendidikan tinggi bergaya barat, mengajar
mata pelajaran dan pengetahuan seperti di barat. Misionaris lain lebih berfokus
pada tiga prinsip yang dilandaskan pada kemandirian (mendanai sendiri, mengatur
sendiri dan menyebarkan sendiri) dan tidak terlalu memperhatikan perkembangan
sekolah bagi pendidikan tinggi dan institusi yang membutuhkan dukungan dari
luar.
Di kebanyakan wilayah,
dampak terbesar dari misi Protestan adalah di antara kelompok suku yang lebih
miskin, seperti orang Dalit (atau orang-orang buangan) dan suku minoritas
lainnya. Gereja-gereja Protestan didirikan, dan pertumbuhan terbesarnya terjadi
setelah Perang Pasifik, ketika koloni-koloni mendapatkan kemerdekaan bangsa
mereka sendiri. Ketika dominasi Barat berkurang, Kekristenan Asia meningkat.
Pekerjaan misi sangat penting dan mendasar, tetapi pekerjaan dan pertumbuhan
yang terbesar terjadi di bawah kepemimpinan orang Asia sendiri.
2.1.5 Penjangkauan di antara Sesama Orang Asia
Meskipun orang Asia
selalu memiliki peran dalam penyebaran dan mengembangkan Kekristenan di Asia,
sebagian besar sejarah kemajuan Kristen telah sangat dihalangi di bawah sistem
melet Zoroastrianisme yang sangat menindas, sistem dhimmi dari M dan sistem
kasta dari Hinduisme. Setelah masa kolonialisasi barat dan Jepang, Kekristenan
berkembang di banyak wilayah Asia dengan kekuatan yang besar. Di mana masih ada
agama nasional yang kuat (Irak, Iran, Arab Saudi, Thailand, Banglades, Israel),
Kekristenan menjadi lambat bertumbuh, atau bahkan menurun. Namun, di kebanyakan
negara Asia, Kekristenan mengalami pertumbuhan terutama melalui usaha orang
Asia sendiri. Sebagian besar pertumbuhan gereja di India berasal dari pekerjaan
20.000 misionaris India yang bekerja lintas budaya dalam negara mereka sendiri.
Kekristenan lebih kuat daripada sebelumnya di negara-negara seperti Nepal,
Kamboja, Vietnam dan Laos karena para misionaris dari India, Korea, Malaysia,
Taiwan, Tiongkok dan Singapura. Banyak orang Asia bekerja secara kreatif di
Negara-negara asing dan menanam gereja sambil berdagang, bekerja kasar atau
bekerja pabrik. Dua contoh terbesar adalah Korea dan Tiongkok. Di Korea
Selatan, Kekristenan telah berkembang sampai sepertiga dari populasi sejak
pemisahan dari wilayah Utara. Di Tiongkok, Kekristenan telah bertumbuh dari
sekitar dua juta pada tahun 1950 menjadi lebih 60 juta pada hari ini, mungkin
pertumbuhan terbesar dalam sejarah dalam rentang dua generasi. Hampir semua
pertumbuhan disebabkan oleh berbagai upaya misi yang dilakukan orang Tiongkok
sendiri.
Masa kini, sebagai
kebalikan dari tujuh abad pertama, orang Kristen dari Tiongkok berkomitmen
untuk membawa Injil kembali ke Barat, baik melalui darat atau laut. Gerakan
“Kembali ke Yerusalem” adalah sebuah kebalikan dari gerakan Kekristenan awal di
Asia yang membawa Injil ke Tiongkok. Jadi, gerakan pertama dan kelima dari
Kekristenan di Asia telah berjalan dari pinggiran kepada pinggiran: dari Asia
Barat ke Asia Timur dan sekarang dari Asia Timur ke Barat.
2.2 Perkembangan
Agama Kristen di Indonesia
2.2.1 Masuknya Agama Kristen
Katolik
Agama Kristen Katolik disebarkan pertama
kali di Indonesia oleh imam-imam Katolik. Agama ini diperkenalkan kepada
penduduk asli dengan cara damai dengan penuh cinta kasih. Seorang imam yang
terkenal pada waktu itu adalah Fransiscus Xaverius, yang telah banyak memberikan
waktu dan tenaganya bagi pekerjaan misi di Indonesia. Misi Katolik ini bekerja
tidak hanya di Maluku, tetapi juga di Flores, Timor Timur, Kepulauan Kei, Pulau
Jawa, yaitu di sekitar Muntilan, Malang, dan Jakarta, serta pulau-pulau lain di
Indonesia. Selain mengajarkan agama, misi Katolik juga membangun
sekolah-sekolah dan rumah sakit yang tersebar di seluruh Indonesia. Karya misi
Katolik ini tidak hanya terbatas pada orang yang beragama Katolik saja, tetapi
bagi semua orang, apapun agama atau kepercayaannya.
Pusat agama Katolik di seluruh dunia
terletak di Vatican, suatu wilayah di negara Roma, Italia. Pimpinannya disebut
Paus. Pimpinan gereja Katolik di Indonesia disebut Majelis Agung Wali Gereja
Indonesia (MAWI). MAWI sering melakukan pendekatan antara kelompok-kelompok
agama Kristen Katolik dengan kelompok agama lain yang ada di Indonesia.
2.2.2 Masuknya Agama Kristen
Protestan
Bangsa Belanda memperkenalkan agama
Kristen Protestan untuk pertama kali di Indonesia. Mula-mula penyebaran itu di arahkan
kepada orang yang berada di sekitar tempat perdagangan rempah-rempah, umumnya
di Maluku dan kemudian meluas ke segala pelosok di tanah air. Pendeta-pendeta
Protestan yang datang yang datang dari Negeri Belanda pada umumnya bekerja
untuk bangsa Belanda, tetapi kemudian mereka juga mengajarkannya kepada
penduduk asli. Dalam penyiaran ini pemerintah penjajahan sangat membatasi
pekerjaan pengabaran agama kepada penduduk asli, karena takut mengganggu
perdagangan yang mereka laksanakan. Namun, penyebaran agama tidak dapat dan
tidak boleh disamakan dengan kepentingan dagang. Oleh karena itu, meskipun
terdapat hambatan dari pemerintah penjajah, agama Kristen Protestan berkembang
terus. Selain dari bangsa Belanda pendeta dari Jerman, Amerika dan Swiss juga bekerja
di Indonesia. Pada umumnya mereka bekerja di pelabuhan, seperti Kalimantan,
tanah Batak dan Irian Jaya. Karena para pendeta tidak datang hanya dari satu
wilayah, umat Kristen Protestan itu terdiri dari berbagai gereja. Nama
gereja-gereja itu disesuaikan dengan nama wilayah tempat gereja-gereja itu
semula didirikan. Misalnya Gereja Jawa, Gereja Protestan Maluku, Gereja
Kalimantan, Huria Kristen Batak Protestan, dan Gereja Kristen Sulawesi Selatan.
Setelah bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, kesadaran sebagai
satu bangsa ini tampak juga didalam kehidupan gereja. Sejak itu diadakan
pendekatan-pendekatan untuk mempersatukan gereja-gereja ini. Pada tahun 1950
didirikanlah Dewan Gereja-gereja Indonesia (DGI). DGI inilah yang menjadi wakil
umat Kristen Protestan di Indonesia. Meskipun agama Kristen Katolik dan Kristen
Protestan diperkenalkan oleh bangsa Eropa, agama itu bukan milik bangsa Eropa.
Pemeluk agama-agama itu adalah juga bangsa Indonesia. Sebagai satu keluarga
besar bangsa Indonesia, pemeluk agama Kristen Katolik dan Kristen Protestan
sama dengan pemeluk agama lainnya.
2.2.3 Perkembangan Agama Kristen di Kepulauan Nusantara
Pada abad ke-9 Kedah berkembang menjadi
pelabuhan dagang yang sangat ramai di jalur pelayaran yang menghubungkan India-Aceh-Barus-
Nias-melalui Selat Sunda-Laut Jawa dan terus ke Cina. Jalur inilah yang disebut
sebagai jalur penyebaran agama Kristen dari India ke Nusantara. Diberitakan
bahwa agama Kristen kemudian mulai tumbuh di Barus (Fansur). Di daerah ini
terdapat gereja yang dikenal dengan Gereja Bunda Perawan Murni Maria.
Disebutkan juga bahwa di Lobu Tua dekat Kota Barus terdapat desa tua yang
dinamakan “Desa Janji Mariah”.
2.2.4 Peran Fransiskus Xaverius Dalam Penyebaran Agama
Kristen di Indonesia Bagian Timur
Fransiskus
Xaverius mengabdikan sebagian besar dari masa hidupnya bagi karya misi di
negeri-negeri terpencil. Karena Raja Yohanes III (Bahasa Portugis: Dom João
III) dari Portugal menghendaki agar para misionaris Jesuit berkarya di
Hindia-Portugis, maka ia pun diutus ke sana pada tahun 1540. Ia bertolak dari
Lisboa pada tanggal 7 April 1541, bersama dua Jesuit lainnya dan Martin de
Sousa raja muda yang baru , dengan menumpang kapal Santiago. Dari Bulan Agustus
1541 hingga bulan Maret 1542, ia singgah di Mozambik, dan kemudian mencapai
Goa, India, ibukota koloni Portugis, pada tanggal 6 Mei. Jabatan resminya di
Goa adalah Nuncio Apostolik. Tiga tahun berikutnya digunakannya untuk berkarya
di Goa.
Pada tanggal 20 September 1542, ia
mengadakan perjalanan misinya yang pertama di antara kaum Parava, para penyelam
mutiara di sepanjang pesisir Timur India Selatan, sebelah Utara dari tanjung
Comorin. Ia kemudian berusaha mengkristenkan Raja Travancore, di pesisir Barat,
dan juga mengunjungi Sailan. Tidak puas akan hasil upayanya, di kembali ke
Timur pada tahun 1545, dan menyusun rencana perjalanan misi ke Makassar, di
Pulau Sulawesi.
Setelah tiba di Malaka pada bulan
Oktober tahun itu dan selama tiga bulan menunggu kapal tumpangan ke Makassar
yang tak kunjung tiba, akhirnya ia membatalkan tujuan semula dari pelayarannya.
Ia bertolak dari Malaka pada tanggal 1 Januari 1546 dan berlabuh di Amboina,
kemudian tingal di pulau itu hingga pertengahan bulan Juni. Setelah itu ia
mengunjungi pulau-pulau lainnya di Maluku, termasuk Ternate dan Moro. Segera
setelah hari raya Paskah tahun 1546, ia kembali ke pulau Ambon, dan kemudian
menuju Malaka. Misi di Ambon ini menjadi salah satu awal sejarah Gereja Katolik
di Indonesia. Selama rentang waktu tersebut, disebabkan kekecewaannya terhadap
para petinggi Goa, Santo Fransiskus menulis sepucuk surat kepada Raja Dom João
III meminta diberlakukannya Inkuisisi di Goa. Meskipun demikian, inkuisisi Goa
baru mulai dijalankan delapan tahun setelah kematiannya.
Pada bulan Desember 1547, di Malaka,
Fransiskus Xaverius berjumpa dengan seorang bangsawan Jepang dari Kagoshima
bernama Anjiro. Anjiro telah mendengar kabar mengenai Fransiskus pada tahun
1545 dan berlayar dari Kagoshima ke Malaka dengan maksud bertemu dengannya.
Anjiro melarikan diri dari Jepang setelah dituduh melakukan pembunuhan. Ia lalu
mencurahkan isi hatinya kepada Fransiskus Xaverius, menceritakan riwayat
hidupnya serta adat dan budaya tanah airnya. Anjiro adalah seorang Samurai
sehingga dapat membantu Xaverius dengan keahliannya sebagai mediator dan
penerjemah dalam karya misi di Jepang yang kini tampaknya semakin dapat
terwujud. “Saya bertanya [kepada Anjiro] apakah orang-orang Jepang bersedia
menjadi Kristen jika saya pergi bersamanya ke negeri itu, dan dia menjawab bahwa
mereka tidak akan serta-merta menjadi Kristen, namun terlebih dahulu akan
mengajukan banyak pertanyaan lalu melihat apa saja yang saya ketahui. Di atas
segala-galanya, mereka akan mencermati apakah hidup saya sesuai dengan ajaran
saya. Semua pedagang Portugis yang kembali dari Jepang meyakinkan saya bahwa
dengan pergi ke sana saya dapat mempersembahkan lebih banyak pelayanan bagi
Allah Tuhan kita, lebih dari pada di antara orang-orang India, karena orang
Jepang adalah suatu ras yang amat mementingkan akal budi.” Karena diyakinkan
sedemikian rupa, Xaverius membaptis Anjiro—dengan nama baptis Paulo de Santa
Fe—dan mulai menyusun rencana suatu misi bagi negeri yang belum lama ditemukan
itu. Anjiro membantu Fransiskus Xaverius menerjemahkan beberapa paragraf ajaran
Kristiani ke dalam fonem Bahasa Jepang yang kemudian dihafal oleh Xaverius.
Ia kembali ke India pada bulan Januari
1548. Selama 15 bulan berikutnya ia disibukkan dengan berbagai perjalanan dan
urusan-urusan administrasi di India. Karena tidak senang dengan apa yang
dianggapnya sebagai “sikap hidup yang tidak-Kristiani” dari orang-orang
Portugis, yang menghambat usaha penyebaran agama Kristen, ia berangkat dari
Selatan ke Timur Benua Asia. Ia meninggalkan Goa pada tanggal 15 April 1549,
singgah di Malaka dan mengunjungi Kanton dengan ditemani Anjiro, dua pria
Jepang lain, Pastur Cosme de Torrès dan Bruder Juan Fernandez. Ia juga membawa
serta hadiah-hadiah bagi "Raja Jepang" karena ia beniat
memperkenalkan diri sebagai Nuncio Apostolik.
Xaverius mencapai Jepang pada tanggal 27
Juli 1549, namun baru pada tanggal 15 Agustus ia menginjakkan kakinya di
Kagoshima, pelabuhan utama provinsi Satsuma di Pulau Kyūshū. Ia disambut dengan
ramah-tamah dan dijamu oleh keluarga Anjiro hingga bulan Oktober 1550. Dari Oktober
hingga Desember 1550, ia berdiam di Yamaguchi. Tak lama sebelum Natal, ia
menuju Kyoto namun gagal bertemu Kaisar. Ia kembali ke Yamaguchi pada bulan
Maret 1551 dan diizinkan berkhotbah oleh daimyo provinsi itu. Akan tetapi
karena kurang lancar berbahasa Jepang, ia hanya membacakan dengan lantang
terjemahan Katekismus. Xaverius diterima dengan baik oleh para rahib Shingon
karena ia menggunakan kata “Dainichi” untuk Allah Kristen. Begitu Xaverius
mendalami makna religius dari kata itu, ia menggantinya dengan kata “Deusu”
dari kata Latin dan Portugis “Deus”. Para rahib pun sadar, Xaverius tengah
menyebarkan suatu agama tandingan.
Seiring berjalannya waktu, kehadirannya
di Jepang dapat dianggap membuahkan hasil yakni dibentuknya jemaat-jemaat
Kristiani di Hirado, Yamaguchi dan Bungo. Xaverius berkarya lebih dari dua
tahun di Jepang dan menyaksikan lahirnya Jesuit-Jesuit penerusnya. Ia kemudian
memutuskan untuk kembali ke India. Dalam pelayarannya itu, suatu badai dahsyat
memaksanya untuk singgah di sebuah pulau dekat Guangzhou, Tiongkok tempat ia
berjumpa dengan Diégo Pereira, seorang pedagang kaya-raya, sahabat lamanya dari
Cochin, yang memperlihatkan padanya sepucuk surat dari orang-orang Portugis
yang dipenjarakan di Guangzhou yang minta agar seorang duta besar Portugal
diutus kepada Kaisar Tiongkok guna membahas nasib mereka. Selanjutnya dalam
pelayarannya itu, ia singgah di Malaka pada tanggal 27 Desember 1551, lalu
sampai di Goa pada bulan Januari 1552.
Pada tanggal 17 April ia berlayar
bersama Diégo Pereira, meninggalkan Goa dengan menumpang kapal Santa Cruz
menuju Tiongkok. Ia memperkenalkan diri sebagai Nuncio Apostolik dan Pereira
sebagai duta besar dari Raja Portugal. Tak lama setelah berlayar, ia baru
menyadari bahwa surat penunjukannya sebagai Apostolic Nuncio telah tertinggal.
Sampai di Malaka, ia digugat oleh Capitan Alvaro de Ataide de Gama yang kini
memegang kendali penuh atas bandar itu. Sang capitan menolak untuk mengakui
gelar Nuncio-nya, meminta Pereira mengundurkan diri dari jabatannya sebagai
duta besar, mengganti para awak kapal, serta menuntut agar hadiah-hadiah bagi
Kaisar Tiongkok ditinggalkan di Malaka.
Di awal September 1552, Santa Cruz
mencapai pulau Shangchuan di Tiongkok, 14 km jauhnya dari pesisir Selatan
daratan Tiongkok, dekat Taishan, Guangdong, 200 km ke arah Barat Daya dari
tempat yang kelak bernama Hong Kong. Saat itu, ia hanya ditemani seorang murid
Jesuit, Alvaro Ferreira, seorang pria Tionghoa bernama Antonio dan seorang
pelayan Malabar bernama Khristoforus. Sekitar pertengahan November, ia mengirim
sepucuk surat yang dalam isinya ia berkata bahwa seorang pria sudah setuju
untuk membawanya ke daratan Tiongkok jika dibayar dengan sejumlah besar uang.
Dengan mengirim pulang Alvaro Ferreira, ia tinggal seorang diri bersama Antonio.
2.2.5 Perkembangan Agama Kristen di Indonesia Bagian
Timur
Agama Katolik untuk pertama kalinya
masuk ke Indonesia pada bagian pertama abad ke-7 di Sumatera Utara. Kota Barus
yang dahulu disebut Pancur dan saat ini terletak di dalam Keuskupan Sibolga di
Sumatera Utara adalah tempat kediaman umat Katolik tertua di Indonesia
Kristen Katolik tiba di Indonesia saat
kedatangan bangsa Portugis, yang kemudian diikuti bangsa Spanyol yang berdagang
rempah-rempah, Katolik Roma pertama tiba pada tahun 1534, di kepulauan Maluku
melalui orang Portugis yang dikirim untuk eksplorasi. Fransiskus Xaverius,
misionaris Katolik Roma dan pendiri Ordo Jesuit bekerja di kepulauan Maluku
pada tahun 1546 sampai tahun 1547. Namun ketika Belanda mengalahkan Portugis
tahun 1605, Belanda mengusir misionari-misionari Katolik dan memperkenalkan Kristen
Protestan (dari aliran Calvinist Dutch Reformed Church), sehingga terpengaruh
pada ajaran Calvinisme dan Lutheran. Perkembangan Kekristenan di Indonesia pada
jaman itu cukup lambat. Hal ini dikarenakan ajaran Calvinist merupakan aliran
agama Kristen yang memerlukan pendalaman Alkitab yang mendalam, sementara edisi
Alkitab saat itu belum ada yang berbahasa Indonesia (bahasa Belanda). Lagipula,
VOC sebagai kendaraan Belanda untuk masuk dan menguasai Indonesia saat itu
adalah sebuah perusahaan sekuler dan bukan perusahaan yang cukup religius,
sehingga tidak mendukung penyebaran agama yang dilakukan oleh misionaris
Belanda sendiri. Setelah pengaruh VOC mulai tenggelam pada tahun 1799,
pemerintah Belanda mulai memperbolehkan penyebaran agama dengan lebih leluasa.
Orang Kristen aliran Lutheran dari Jerman yang lebih toleran dan tidak memaksa
pemeluknya untuk mempelajari agama Kristen dengan sedemikian dalam, mulai
memanfaatkan perijinan tersebut untuk mulai menyebarkan agama di antara orang
Batak di Sumatera pada tahun 1861, dan misionari Kristen Belanda dari aliran
Rhenish juga menyebarkan agama di Kalimantan Tengah dan Sulawesi Tengah.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kekristenan
di Asia memiliki lima penyebaran. Untuk mudahnya, kita akan menyebutnya dengan
memakai kelompok utama yang terlibat dalam penyebaran ini: Persia (milenium
pertama), orang Mongol yang menjadi ordo Fransiscan (1206-1368), ordo Jesuit
(1542-1773), Protestan (1706-1950) dan orang Asia Pribumi (1950-sekarang). Agama Kristen Katolik disebarkan pertama
kali di Indonesia oleh imam-imam Katolik. Agama ini diperkenalkan kepada
penduduk asli dengan cara damai dengan penuh cinta kasih. Seorang imam yang
terkenal pada waktu itu adalah Fransiscus Xaverius, yang telah banyak
memberikan waktu dan tenaganya bagi pekerjaan misi di Indonesia. Kristen
Katolik tiba di Indonesia saat kedatangan bangsa Portugis, yang kemudian
diikuti bangsa Spanyol yang berdagang rempah-rempah, Katolik Roma pertama tiba
pada tahun 1534, di kepulauan Maluku melalui orang Portugis yang dikirim untuk
eksplorasi. Fransiskus Xaverius, misionaris Katolik Roma dan pendiri Ordo
Jesuit bekerja di kepulauan Maluku pada tahun 1546 sampai tahun 1547. Namun
ketika Belanda mengalahkan Portugis tahun 1605, Belanda mengusir
misionari-misionari Katolik dan memperkenalkan Kristen Protestan (dari aliran
Calvinist Dutch Reformed Church), sehingga terpengaruh pada ajaran Calvinisme
dan Lutheran.
3.2 Saran
Saran kami kepada seluruh pembaca agar
rajinlah membaca artikel dan mencari referensi tentang perkembangan agama
Kristen di berbagai macam sumber pengetahuan, baik di buku, internet maupun di
surat kabar/majalah agar dapat menambah pengetahuan anda tentang materi
tersebut. Harapan kami semoga makalah ini dapat berguna untuk setiap pembaca,
guna menambah wawasan tentang perkembangan agama Kristen di Asia dan Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Djakariah.
(2014). Sejarah Indonesia II. Yogyakarta: Penerbit Ombak
Winter, Ralp D.
& Steven, C.Hawthorne. (2010). Perspektif: Tentang Gerakan
Orang Kristen Dunia-Manual Pembaca, Edisi Keempat._______:_______